Background

Aku cinta 100% Indonesia…
Indonesia adalah Negeriku, Negeri seribu bahasa & Budaya. Hampir disetia kita berpijak kita akan temukan hal-hal baru yang tak kita temukan ditempat lain. Negeri yang dikenal dengan julukan Nusantara ini adalah Negeri yang kaya dipenuhi oleh hasil tambang dan sumber daya alam lain. Beruntungnya kita menjadi bagian dari tanah air ini, tanah yang kaya raya dengan ribuan ragam budaya.
Tak hanya didarat saja kita bisa menikmati keindahan indonesia namun dilautnya juga bisa. Keindahan dalam laut Indonesia sudah tersohor didunia. Siapa yang tak kenal taman laut bunaken, keindahan dasar laut nya sangatlah Indah ditambah dengan ratusan jenis biota laut yang mungkin hanya ada di Indonesia.
Bila kita bahas tentang Indonesia tak akan ada habisnya. Yang terpenting kita sebagai warga negara harus terus menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan di Negeri tercinta ini Indonesia raya…

Sejarah Batik Nusantara dan Bekasi
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing. 
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa..
Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. 
Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda. 
Jaman Majapahit
Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.
Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.
Daerah pembatikan sekarang di Mojokerto terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo. Diluar daerah Kabupaten Mojokerto ialah di Jombang. Pada akhir abad ke-XIX ada beberapa orang kerajinan batik yang dikenal di Mojokerto, bahan-bahan yang dipakai waktu itu kain putih yang ditenun sendiri dan obat-obat batik dari soga jambal, mengkudu, nila tom, tinggi dan sebagainya.     
Jaman Penyebaran Islam
Riwayat pembatikan di daerah Jawa Timur lainnya adalah di Ponorogo, yang kisahnya berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini. Riwayat Batik. Disebutkan masalah seni batik didaerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-kerajaan dahulu. Konon, di daerah Batoro Katong, ada seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang namanya Raden Katong adik dari Raden Patah. Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo dan petilasan yang ada sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan Wetan.
Perkembangan selanjutanya, di Ponorogo, di daerah Tegalsari ada sebuah pesantren yang diasuh Kyai Hasan Basri atau yang dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini selain mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan kesusasteraan. Seorang murid yang terkenal dari Tegalsari dibidang sastra ialah Raden Ronggowarsito. Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh raja Kraton Solo.
Daerah perbatikan lama yang bisa kita lihat sekarang ialah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan sekarang dan dari sini meluas ke desa-desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut. Waktu itu obat-obat yang dipakai dalam pembatikan ialah buatan dalam negeri sendiri dari kayu-kayuan antara lain; pohon tom, mengkudu, kayu tinggi. Sedangkan bahan kainputihnyajugamemakai buatan sendiri dari tenunan gendong. Kain putih import bam dikenal di Indonesia kira-kira akhir abad ke-19. 
Batik Solo dan Yogyakarta
Dari kerjaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, pleh masyarakat batik dikembangkan menjadi komoditi perdagangan. 
Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluruh”. 
Sedangkan Asal-usul pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan rajanya Panembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah didesa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombonasi batik dan lurik. Oleh karena kerajaan ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat tertarik pada pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga kraton dan ditiru oleh rakyat dan akhirnya meluaslah pembatikan keluar dari tembok kraton.
Perkembangan Batik di Kota-kota lain
Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarganya serta para pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik. 
Banyumas
Perkembangan batik di Banyumas berpusat di daerah Sokaraja dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegero setelah selesa-inya peperangan tahun 1830, mereka kebanyakan menet-ap didaerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal waktu itu ialah Najendra dan dialah mengembangkan batik celup di Sokaraja. Bahan mori yang dipakai hasil tenunan sendiri dan obat pewama dipakai pohon tom, pohon pace dan mengkudu yang memberi warna merah kesemuan kuning.
Lama kelamaan pembatikan menjalar pada rakyat Sokaraja dan pada akhir abad ke-XIX berhubungan langsung dengan pembatik didaerah Solo dan Ponorogo. Daerah pembatikan di Banyumas sudah dikenal sejak dahulu dengan motif dan wama khususnya dan sekarang dinamakan batik Banyumas. Setelah perang dunia kesatu pembatikan mulai pula dikerjakan oleh Cina disamping mereka dagang bahan batik.
Pekalongan
Sama halnya dengan pembatikan di Pekalongan. Para pengikut Pangeran Diponegoro yang menetap di daerah ini kemudian mengembangkan usaha batik di sekitara daerah pantai ini, yaitu selain di daerah Pekalongan sendiri, batik tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Adanya pembatikan di daerah-daerah ini hampir bersamaan dengan pembatikan daerah-daerah lainnya yaitu sekitar abad ke-XIX. Perkembangan pembatikan didaerah-daerah luar selain dari Yogyakarta dan Solo erat hubungannya dengan perkembangan sejarah kerajaan Yogya dan Solo. 
Corak batik di daerah baru ini disesuaikan pula dengan keadaan daerah sekitarnya. Pekalongan khususnya dilihat dari proses dan designya banyak dipengaruhi oleh batik dari Demak. Sampai awal abad ke-XX proses pembatikan yang dikenal ialah batik tulis dengan bahan morinya buatan dalam negeri dan juga sebagian import. Setelah perang dunia kesatu baru dikenal pembikinan batik cap dan pemakaian obat-obat luar negeri buatan Jerman dan Inggris. 
Tegal
Sedang pembatikan dikenal di Tegal akhir abad ke-XIX dan bahwa yang dipakai waktu itu buatan sendiri yang diambil dari tumbuh-tumbuhan: pace/mengkudu, nila, soga kayu dan kainnya tenunan sendiri. Warna batik Tegal pertama kali ialah sogan dan babaran abu-abu setelah dikenal nila pabrik, dan kemudian meningkat menjadi warna merah-biru. Pasaran batik Tegal waktu itu sudah keluar daerah antara lain Jawa Barat dibawa sendiri oleh pengusaha-pengusaha secara jalan kaki dan mereka inilah menurut sejarah yang mengembangkan batik di Tasik dan Ciamis disamping pendatang-pendatang lainnya dari kota-kota batik Jawa Tengah.
Purworejo
Demikian pula sejarah pembatikan di Purworejo bersamaan adanya dengan pembatikan di Kebumen yaitu berasal dari Yogyakarta sekitar abad ke-XI. Pekembangan kerajinan batik di Purworejo dibandingkan dengan di Kebumen lebih cepat di Kebumen. Produksinya sama pula dengan Yogya dan daerah Banyumas lainnya.
Jawa Barat
Dilihat dengan peninggalan-peninggalan yang ada sekarang dan cerita-cerita yang turun-temurun dari terdahulu, maka diperkirakan didaerah Tasikmalaya batik dikenal sejak zaman “Tarumanagara” dimana peninggalan yang ada sekarang ialah banyaknya pohon tarum didapat disana yang berguna un-tuk pembuatan batik waktu itu. Desa peninggalan yang sekarang masih ada pembatikan dikerja-kan ialah: Wurug terkenal dengan batik kerajinannya, Sukapura, Mangunraja, Maronjaya dan Tasikmalaya kota.
-          Pembatikan dikenal di Ciamis sekitar abad ke-XIX setelah selesainya peperangan Diponegoro,
-          Sedang di daerah Cirebon batik ada kaintannya dengan kerajaan yang ada di aerah ini, yaitu Kanoman, Ciri khas batik Cirebonan sebagaian besar bermotifkan gambar yang lambang hutan dan margasatwa. Sedangkan adanya motif laut karena dipengaruhioleh alam pemikiran Cina, dimana kesultanan Cirebon dahulu pernah menyunting putri Cina. Sementra batik Cirebonan yang bergambar garuda karena dipengaruhi oleh motif batik Yogya dan Solo.
-          Perajin batik di Bogor memakai motif hujan gerimis, kujang, serta kijang. Sedangkan Sumedang mengandalkan motif bunga wijaya kusuma. Dari Kota Bandung, batik yang dihasilkan lebih kontemporer dengan motif geometris
Jakarta
Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembangnya bersamaan dengan daerah-daerah pembatikan lainnya yaitu kira-kira akhir abad ke-XIX. Pembatikan ini dibawa oleh pendatang-pendatang dari Jawa Tengah dan mereka bertempat tinggal kebanyakan didaerah-daerah pembatikan. Daerah pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar didekat Tanah Abang yaitu: Karet, Bendungan Ilir dan Udik, Kebayoran Lama, dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet.
Batik Jakarta sebelum perang terkenal dengan batik kasarnya warnanya sama dengan batik Banyumas.
Luar Jawa
Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum perang dunia kesatu, terutama batik-batik produksi Pekalongan dan Solo serta Yogya. Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan yang terkenal “tenun Silungkang” dan “tenun plekat”. Pembatikan mulai berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang, dimana sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, maka persediaan-persediaan batik yang ada pada pedagang-pedagang batik sudah habis dan konsumen perlu batik untuk pakaian sehari-hari mereka. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia, dimana hubungan antara kedua pulau bertambah sukar, akibat blokade-blokade Belanda, maka pedagang-pedagang batik yang biasa hubungan dengan pulau Jawa mencari jalan untuk membuat batik sendiri. 
Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah Sampan Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946 antara lain: Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim (asal Pekalongan) dan Sutan Razab. Setelah daerah Padang serta kota-kota lainnya menjadi daerah pendudukan tahun 1949, banyak pedagang-pedagang batik membuka perusahaan-perusahaan/bengkel batik dengan bahannya didapat dari Singapore melalui pelabuhan Padang dan Pakanbaru. Tetapi pedagang-pedagang batik ini setelah ada hubungan terbuka dengan pulau Jawa, kembali berdagang dan perusahaannya mati.
Warna dari batik Padang kebanyakan hitam, kuning dan merah ungu serta polanya Banyumasan, Indramajunan, Solo dan Yogya. Sekarang batik produksi Padang lebih maju lagi tetapi tetap masih jauh dari produksi-produksi dipulau Jawa ini.
Batik Papua
Dibandingkan dengan corak batik dari daerah lainnya di Jawa, batik Papua memiliki perbedaan corak yang cukup mencolok. Batik dari daerah ini cenderung lebih gelap namun banyak memiliki motif yang terdiri dari gambaran patung.
Batik di Papua selama ini yang paling terkenal adalah batik motif Asmat. Warnanya lebih cokelat dengan kolaborasi warna tanah dan terakota. Soal pemilihan motif batik Papua banyak menggunakan simbol-simbol keramat dan ukiran khas Papua. Cecak atau buaya adalah salah satunya,selain tentu lingkaran-lingkaran besar.Bahannya macam-macam disesuaikan dengan permintaan pasar.
BATIK KARAWANG BEKASI
Sejarah lampau
Pada sejarah batik Indonesia yang pernah tercatat pada masa kolonial. Batik yang diberi nama batik Tarawang tersebut pada tahun 1892 pernah diikutsertakan pada pameran batik Jawa di Amsterdam yang di Bekasi didasarkan selengarakan oleh seniman pelukis Belanda di Amsterdam.
Batik tersebut dibuat oleh penduduk etnis tionghoa, keluarga Tan-Tjeng-Kwat. Pada tahun 1860 bersama dengan batik lain, batik Tarawang (Batik Tarum) telah di produksi oleh Ny. Vincen Hegen  istri pelukis Raden Saleh.
Pada tahun 1931 seorang belanda  – ir PAL mooyen yang tinggal di Bandung, pernah memimpin suatu pameran produksi Negara Hindia Belanda dan pernah mengoleksi batik Karawang atau batik Tarawang Tarum. Koleksi batiknya berupa kain alas meja pribadatan yang dipakai agama Budha yang disebut Tok-wi. Batik koleksi Mooyen inilah yang menjadi dasar untuk pengembangan lebih lanjut untuk produksi.
Perkembangan Batik Bekasi
Ketua Yayasan Batik Jawa Barat Sendy Yusuf meminta kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk membantu legalitas batik khas Bekasi. Menurut dia dukungan pemerintah sangat dibutuhkan bagi para perajin tersebut.
Sendy menjelaskan permasalahan legalitas tidak bisa dipandang sepele. Pemerintah harus lebih proaktif untuk melindungi hasil kreativitas warganya. Apalagi, dalam hal kerajinan batik Bekasi yang pada dasarnya merepresentasikan keseharian masyarakat di daerah itu.
"Pemerintah Kabupaten Bekasi harus mendukung legalitas Batik Bekasi, karena batik Bekasi memiliki ciri khas kultur masyarakat betawi yang ada di Provinsi Jawa Barat.Bagaimanapun juga, kerajinan ini nantinya akan berdampak pada kemajuan ekonomi masyarakat sekitar, " ucapnya saat mengunjungi ruang pamer Seraci Batik di Kampung Kebon Kelapa RT 2/5 Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Rabu (1/6, Pikiran Rakyat).  
Batik Jawa Barat kini sudah berkembang di 23 kota dan kabupaten. Ragam batiknya semarak karena tiap daerah punya corak sendiri sesuai kekhasan wilayahnya, salah satunya Bekasi.
Memperingati Hari Batik Indonesia yang jatuh pada 1 Oktober 2011 lalu, Disperindagkop Kota Bekasi, melalui Kepala Bidang UMKM Narlisman Nahar mengatakan, akan membuat sebuah terobosan untuk mengangkat produk batik khas Bekasi.
Menurut Narlisman, batik Kota Bekasi mempunyai corak yang unik dan menarik, dan ini kata dia, harus dikembangkan, salah satunya dengan membuat program promosi secara berkala.”Diperindagkop memang pernaj bertemu dengan beberapa pengrajin batik khas Bekasi, mereka mengeluhkan kurangnya perhatian pemerintah Kota Bekasi terhadap produk batiknya. Spontan saya merespon aspirasi mereka, dan mudah-mudahan tahun ini kita bisa selenggarakan Bekasi Batik Ekspo. Saya sudah bicarakan soal ini kepada Kepala Dinas perindagkop, termauk juga dengan Plt Walikota Bekasi.”paparnya.Senin (3/10).


    

Batik dari Bekasi
BATIK  TARAWANG ( TARUMA )

Bekasi didasarkan pada sejarah batik Indonesia yang pernah tercatat pada masa kolonial. Batik yang diberi nama batik Tarawang tersebut pada tahun 1892 pernah diikutsertakan pada pameran batik Jawa di Amsterdam yang di selengarakan oleh seniman pelukis Belanda di Amsterdam.
Batik tersebut dibuat oleh penduduk etnis tionghoa, keluarga Tan-Tjeng-Kwat. Pada tahun 1860 bersama dengan batik lain, batik Tarawang (Batik Tarum) telah di produksi oleh Ny. Vincen Hegen  istri pelukis Raden Saleh.
Pada tahun 1931 seorang belanda  – ir PAL mooyen yang tinggal di Bandung, pernah memimpin suatu pameran produksi Negara Hindia Belanda dan pernah mengoleksi batik Karawang atau batik Tarawang Tarum. Koleksi batiknya berupa kain alas meja pribadatan yang dipakai agama Budha yang disebut Tok-wi. Batik koleksi Mooyen inilah yang menjadi dasar untuk pengembangan lebih lanjut untuk produksi.

Kajian pada kain taplak batik Tarawang Tarum.
Batik aslinya berupa kain taplak meja dengan ragam hias berikut lukisan perlambangan yang digunakan oleh agama Budha yang terdiri  dari:
1)  Kain ukuran      :  a.  200 X 200 cm
                                  b.  250 X 200 cm
2)  Jenis kain          :  Mori dengan jenis ukuran benang 40 (tenun tangan) ragam hias (motif)
terdiri dari :
  1. Tumpal berbunga
  2. Sulur daun dan bunga jenis bunga yang di jadikan lambang agama Hindu yang diambil dari     tanaman yang tumbuh di Taruma, sebuah kota kecil di tanjung Komorin india selatan ragam hias tersebut dijadikan lambang filosofis pemeluk hindu. Orang menyebutnya bunga Vidiai.
  3. Bidang tangan terdiri dua bentuk ragam hias lingkaran disebut Dharma Cakra, dihiasi bunga lotus ditengahnya. Sebagaimana lukisan  tersebut biasanya digunakan oleh Agama Bhuda Hinayan atau Bhuda aliran kong-hu-tju (Bhuda Cina)
  4. Warna aslinya terdiri 4 warna yaitu warna biru soga tua-merah kuda-kuning orient dan putih ornament.
  5. Bahan warna yang digunakan terdiri bahan campuran antara lain dengan menggunakan bahan indigo sol dan bahan pewarnaan alam. Tehnik dan bahan menggunakan canting dengan bahan dasar lilin (malam)

Pengembangan Batik Tarawang Menuju Identitas Batik Karawang
Dasar Acuan      : Yang menjadi dasar acuan adalah batik Tarawang yang dikoleksi mooyen  digunakan sebagai alas  digunakan sebagai alas meja pribadatan  dengan ragam hias bunga tarum.  digunakan sebagai  alas meja pribadatan  dengan ragam hias bunga tarum.
Dasar Kajian      : Budaya yang mendasari masyarakat Karawang dan Bekasi, berlatar sejarah kuno berkaitan dengan agama2 yang di anut oleh masyarakat pada zaman-yaitu agama Hindu Bhuda masa kerajaan tarumanagara dan masa karawang dibawah kekuasaan kerajaan Bhuda Sriwijaya. Sebagai kota yang memiliki pelabuhan perdagangan  maka masyarakat penduduknya merupakan masyarakat migrasi dan uban dari Cina-Melayu Siam-maupun dari India, yang pada masa berikutnya telah berkembang turun Temurun Menjadi penduduk asli. Dengan adanya batik yang dibuat oleh penduduk Cina menjadi penduduk asli. Dengan adanya batik yang dibuat oleh penduduk Cina Karawang dertemakan agam dan digunakan sarana peribadatan merupakan salah Satu hasil karya penduduk mewakili latar budaya terekspresikan melalui batik tok-wie.
Modifikasi :   Didalam mengembangkannya  adalah memodifikasikan ragam hias dasar dengan Memberikan aksen perlambangan masa kini yang berkaitan dengan kandungan Kearifan lokal yang terkait dengan sosial budaya daerah. Geografi Karawang terdiri dari, daratan, laut, dan gunung. Sejak masa lalu Karawang menghasilkan beras karawang merupakan daerah lumbung padi.
Materai Ragam Hias Batik Karawang :
Dari kajian diatas- motif batik Karawang telah tersusun materai ragam hias berunsur simbolis filosfis, dengan materai sebagai berikut ;
1. Garis segi  tiga  disebut Tumpal. Tumpal mengandung arti ketuhanan yang maha esa.
2. Bunga tarum (bunga vidas) bunga simbolik untuk agama Hindu Bhuda yang dibuat oleh 
    pembatik Karawang- koleksi mooyen.
3. Bulir padi dan lumbung padi, lambang kemakmuran daerah Karawang.
4. Ragam hias garis dan bidang geometric, sebagai motif perlambangan  yang dimiliki
    masyarakat suku buni sebagai masyarak asli Karawang.
5. Garis gelombang laut sebagai lambang daerah pantai memiliki laut.
Pewarnaan  : Pewarnaan dapat berfariasi sesuai dengan contoh. Dan bertolak warna dasar.
Demikian deskripsi batik Karawang- Bekasi agar menjadi bahan rujukan dalam menentukan identitas batik Karawang, yang kemudian motif dapat di kembangkan lebih lanjut. 
(PIKIRAN RAKYAT)
Sendy Yusuf Kunjungi Batik Bekasi
Rabu, 01/06/2011 - 17:44

YULISTYNE/"PRLM"
Ketua Yayasan Batik Jawa Barat Sendy Yusuf melihat batik di ruang pamer Seraci Batik di Kampung Kebon Kelapa RT 2/5 Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Rabu (1/6). *
BEKASI, (PRLM).- Ketua Yayasan Batik Jawa Barat Sendy Yusuf meminta kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk membantu legalitas batik khas Bekasi. Menurut dia dukungan pemerintah sangat dibutuhkan bagi para perajin tersebut.
Sendy menjelaskan permasalahan legalitas tidak bisa dipandang sepele. Pemerintah harus lebih proaktif untuk melindungi hasil kreativitas warganya. Apalagi, dalam hal kerajinan batik Bekasi yang pada dasarnya merepresentasikan keseharian masyarakat di daerah itu.
"Pemerintah Kabupaten Bekasi harus mendukung legalitas Batik Bekasi, karena batik Bekasi memiliki ciri khas kultur masyarakat betawi yang ada di Provinsi Jawa Barat.Bagaimanapun juga, kerajinan ini nantinya akan berdampak pada kemajuan ekonomi masyarakat sekitar, " ucapnya saat mengunjungi ruang pamer Seraci Batik di Kampung Kebon Kelapa RT 2/5 Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Rabu (1/6).
Di sisi lain, Sendy mengungkapkan untuk mendorong perkembangan kerajinan batik di Jawa Barat, termasuk Kabupaten Bekasi, Yayasan Batik Jawa Barat juga memberikan bantuan, di antaranya, pelatihan teknis untuk meningkatkan kemampuan para perajin, pelatihan manajerial yang bekerjasama dengan Bank Indonesia.
"Selama ini, para pelaku UMKM tidak terlalu memperhatikan tatanan manajemen usahanya. Sehingga, tatkala membutuhkan akses perbankan hal itu tidak dapat dilaksanakan dengan mudah. Namun, dengan pelatihan manajemen ini, para perajin bisa menyusun dengan baik keuangannya sehingga perbankan pun tak sulit untuk memberikan suntikan dana," ujar Sendy.
Pada kesempatan itu, ia juga menyerahkan bantuan dua kompor gas yang khusus diperuntukkan bagi para perajin batik. Yayasan Batik Jawa Barat menyiapkan 600 kompor bagi perajin batik di seluruh Jawa Barat. (A-188/A-88)***


Ini adalah 5 Budaya Indonesia yang Mulai Hilang di telan Zaman -  Kita sebagai orang Indonesia yang berbudi luhur pasti tahu dengan budaya yang akan dibahas ini, tapi belakangan kita bisa melihat, merasakan (bahkan mungkin mengalami) udah mulai berkurang. Jadi, kami coba angkat deh, supaya Anda mau mengembalikan budaya kita, menjadi budaya sesungguhnya!

1. Cium Tangan Pada Orang TuaBiasanya sih dibilang “salim“, bila di semasa saya hal ini merupakan kewajiban anak kepada orang tua disaat ingin pergi ke sekolah atau berpamitan ke tempat lain. Sebenarnya hal ini penting loh, selain menanamkan rasa cinta kita sama ortu, cium tangan itu sebagai tanda hormat dan terima kasih kita sama mereka, sudahkah kalian mencium tangan orang tua hari ini?

2. Penggunaan tangan kananBila di luar negeri sih, saya rasa gak masalah dengan penggunaan tangan baik kanan ataupun kiri, tapi hal ini bukanlah budaya kita. Budaya kita mengajarkan untuk berjabat tangan, memberikan barang, ataupun makan menggunakan tangan kanan.  (kecuali memang di anugerahi kebiasaan kidal sejak lahir).

3. Senyum dan SapaIni sih Indonesia banget! Dulu citra bangsa kita identik dengan ramah tamah dan murah senyum. So, jangan sampai hilang, ya! Ga ada ruginya juga kita ngelakuin hal ini, toh juga bermanfaat bagi kita sendiri. Karena senyum itu ibadah dan sapa itu menambah keakraban dengan sekitar kita.

4. MusyawarahSatu lagi budaya yang udah jarang ditemuin khususnya di kota-kota besar semisal Jakarta. Kebanyakan penduduk di kota besar hanya mementingkan egonya masing-masing, pamer inilah itulah, mau jadi pemimpin kelompok ini itu dan bahkan suka main hakim sendiri. Tapi coba kita melihat desa-desa yang masih menggunakan budaya ini mereka hidup tentram dan saling percaya, ga ada yang namanya saling sikut dan menjatuhkan, semua perbedaan di usahakan secara musyawarah dan mufakat. Jadi sebaiknya Anda yang ‘masih’ merasa muda harus melestarikan budaya ini demi keberlangsungan negara Indonesia yang tentram dan cinta damai.Dan budaya yang terakhir,..

5. Gotong RoyongItu bukan urusan gue!“, “emang gue pikiran“, Whats up bro? Ada apa dengan kalian? Hayoolah kita sebagai generasi muda mulai menimbulkan lagi rasa simpati dengan membantu seksama, karena dengan kebiasaann seperti inilah bangsa kita bisa merdeka saat masa penjajahan, ga ada tuh perasaan curiga, dan dulu persatuan kita kuat.